Kemuliaan Allah
RENUNGAN ADVENT 2012
And suddenly there was with the angel a multitude of the heavenly host praising God and saying,
“Glory to God in the highest,
and on earth peace among those with whom he is pleased!” — (Luke 2:13-14)
Kelahiran Yesus Kristus ditandai dengan kemuliaan Allah. Kemuliaan Allah yang bersinar meliputi para Malaikat. Kemuliaan Allah tampak di padang belantara. Kemuliaan Allah kembali dinyatakan kepada umat manusia.
Dalam kisah perjalanan bangsa Israel, kemuliaan Allah dinyatakan ketika mereka dibebaskan TUHAN keluar dari Mesir. Kemuliaan TUHAN tampak sebagai api yang menghanguskan di puncak gunung (Keluaran 24:17). Apakah maknanya bagi umat yang sudah sekian lamanya berada dalam perbudakan di Mesir?
Perbudakan tidak hanya menempatkan hidup mereka sebagai budak yang diperintah untuk bekerja siang dan malam. Bukan pula sekedar merengut kebebasan dalam kehidupan. Namun pula menghancurkan citra mereka. Menghapuskan imajinasi mereka dan diganti dengan gambaran sebagai budak. Di tangan penguasa yang menindas, di bawah perintah pembesar dan ancaman cambuk, Israel tidak lagi mempunyai gambaran citra yang utuh atas hidup sendiri.
Ketika manusia membangun kemuliaannya, maka tidak bisa tidak melahirkan manusia lainnya yang menjadi korban. Mesir membangun kemuliaannya dengan kejayaan kereta dan kuda, istana yang agung, jubah kebesaran para bengsawan, dan kekuasaan atas pangan dan papan. Maka diperlukanlah Israel menjadi korban untuk mencapai semua kemuliaan Mesir itu. Ketika manusia tidak lagi tampak kemuliaan Allah, maka penggantinya adalah ‘kemuliaan’ manusia.
Maka bangsa Israel yang dibebaskan dari Mesir, mereka tidak hanya dibebaskan secara fisik keluar dari Mesir. Mereka perlu kembali mengenali kemuliaan Allah. Barulah mereka dapat mengenali diri mereka dengan benar. Barulah mereka dapat membangun pengenalan diri dalam citra Allah.
Demikianlah dengan manusia yang hidup pada masa kejayaan imperium Roma. Setiap saat mereka disajikan dengan ‘kemuliaan’ manusia. Mulai dari wajah Kaisar di mata uang mereka, sampai kepada symbol-simbol kekuasaan Roma, gedung pemerintahan Pilatus yang agung, sampai kepada parade kereta-kereta kuda yang perkasa, dan jubah-jubah kebesaran.
Apa lagi yang sisa dalam imajinasi orang-orang masa itu? Demikian pula dengan jaman kita. ‘Kemuliaan’ manusia disajikan setiap hari. Dari statistik kekayaan, sampai kepada kemegahan barang-barang berharga yang dipamerkan. Dari gambaran tubuh manusia yang dibuat terlalu sempurna, sampai kepada ambisi untuk mencapai kejayaan ilmu pengetahuan. Dari kekuatan mesin-mesin perang sampai kepada kata-kata ancaman terhadap sesama manusia. Apalagi yang sisa dalam imajinasi kita? Siapakah kita sebenarnya?
Sebagaimana TUHAN Allah menyatakan kemuliaan-Nya kepada bangsa yang dibebaskan dari perbudakan di Mesir, demikian pula kemuliaan TUHAN dinyatakan dalam peristiwa Natal. Yesus Kristus, Dialah “Firman yang menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak tunggal Bapa, penuh karunia dan kebenaran.”
Kita perlu kembali disadarkan akan kemuliaan Allah. Inilah Natal. Kita yang telah diperbudak dalam ‘kemuliaan’ manusia, perlu dibebaskan dan dicerahkan kembali akan kemuliaan Allah. Ketika manusia hidup tanpa memahami kemuliaan Allah, maka yang dibangun hanyalah ‘kemuliaan’ manusia, dan kisahnya adalah kisah peperangan. Peperangan bagi yang menang adalah kemuliaan. Itulah kisah Mesir. Itulah kisah Roma.
Kita perlu kembali dibukakan akan kemuliaan Allah dalam peristiwa Natal. Sebab Ia yang datang itu adalah Imanuel. Allah beserta kita.
Bagaimana kita dapat kembali memahami, mengecap dan dipenuhi dengan kemuliaan Allah? Arahkanlah hati kita kepada-Nya. Renungkan keagungan Allah di dalam Yesus Kristus. Dan bagi gembala di padang, mereka mendengar kidung pujian para Malaikat yang memberitakan kemuliaan Allah. Paduan antara nafas yang dicipta oleh TUHAN, dipadukan dengan melodi indah, dengan berita kemuliaan Allah menjadi pengalaman nyata bagi gembala di padang.
Padukanlah nafas hidup kita yang berasal dari Allah, dengan keindahan melodi hidup kita, dan berita Injil Yesus Kristus, disanalah kemuliaan Allah dinyatakan. Nikmatilah pula kidung pujian Natal yang memadukan nafas, melodi dan beritanya. Nikmatilah karya Handel dalam pimpinan Roh Allah untuk mengecap kemuliaan Allah. Bangunlah kesadaran akan kemuliaan Allah. Tanamkanlah keagungan Allah dalam imajinasi kita, dalam pemikiran kita dan dalam pengenalan diri. Oleh karena persoalan kita bukan kekurangan makan dan minum, tapi kehilangan kemuliaan Allah.
Kecap dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! (Mazmur 34:9 )
Selamat menanti kedatangan-Nya.