MAKNA ALUR KEHIDUPAN
Apakah ‘alur kehidupan’ itu?
Kata ini diambil dari kata plot dalam bahasa Inggris.
Dalam suatu kisah (story), ada tiga hal penting berangkai, yaitu plot (alur kisah), pemeran (actor/agent), dan setting (tempat/lokasi/latar belakang). Ketiganya menyatu membentuk suatu kisah kehidupan.
Kebanyakan kita ketika menyaksikan suatu pertunjukkan drama atau layar lebar terlatih memperhatikan jalan ceritanya. Bagaimana awalnya, kelanjutan kisahnya, dan bagaimana pula akhir kisahnya. Seluruh kisah menjadi menarik kalau disajikan dalam alur (plot) yang menarik.
Kisah manusia diawali dengan kisah kelahirannya, dan diakhiri dengan kisah kematian. Ada pula yang menaruh kisah kehidupannya dengan ‘ada pertemuan, ada pula perpisahan’. Yang lain menyatakan ‘ada saatnya seseorang berkuasa, ada pula saatnya turun dari tahta’. Ada pula kisah yang tersusun di antara tragedi dan komedi. Shakespeare menyajikan kisah “Merchant of Venice” di sekitar peti (caskets), ikatan (bonds) dan cincin (rings).
Bagaimana dengan kita sebagai orang yang telah ditebus oleh darah Kristus, Sang Juruselamat?
Dalam perjalanan peradaban manusia tampak pula soal makan dan minum sebagai alur kehidupan. Epikurus seorang pemikir Yunani dikaitkan dengan perkataan “Makan, minum dan bersukaria, sebab besok kita mati.” Epikurus bukanlah seorang yang mencari kepuasan sensual. Ia mencari kepuasan batin sebagai tujuan tertinggi hidup manusia. Namun ia percaya bahwa dunia ini diatur oleh ‘kebetulan’ (chance), dan hanya satu yang pasti, yaitu kematian. Untuk menghadapi kematian yang pasti itu, makan dan minum serta bersukaria menjadi dasar alur kehidupan manusia.
Jaman Nuh ditandai dengan makan dan minum (Matius 24:38-39) tanpa peduli peringatan datangnya air bah yang disampaikan oleh Nuh. Makan dan minum dapat membuat manusia melupakan tanggung jawabnya. Demikianlah kritik Levinas terhadap pemikiran Heidegger yang dianggapnya mewakili pemikiran dunia modern. Bagi Levinas, keberadaan (Dasein) versi Heidegger tidak pernah lapar. Makan dan minum dalam analisa postmodern mengarahkan manusia kepada egoisme tanpa peduli yang lain. Bagi pemikir postmodern, dunia modern sukses menjadikan manusia kenyang tanpa peduli sesamanya yang masih kelaparan.
Bagaimana dengan alur kehidupan kita sebagai orang percaya?
Menjelang penyaliban-Nya, Yesus mengajak para murid-Nya makan dan minum dalam perjamuan Paskah (Matius 26:17). Makan, minum dan perayaan Paskah sudah menjadi tradisi para murid. Namun makan dan minum kali itu ternyata berbeda. Sejak awal pasal ini dikatakan “Setelah Yesus selesai dengan segala pengajaran-Nya itu, berkatalah Ia kepada murid-murid-Nya: “Kamu tahu, bahwa dua hari lagi akan dirayakan Paskah, maka Anak Manusia akan diserahkan untuk disalibkan.” (26:1-2)
Ada tiga bagian yang perlu kita perhatikan:
- Setelah mengajar, lalu apa?
- Setelah Yesus mengajar, Ia mengajak murid-murid-Nya mempersiapkan Paskah.
- Paskah bukan lagi sekedar peringatan masa lalu, Paskah kini berkaitan dengan Anak Manusia yang akan diserahkan untuk disalibkan.
Ketiganya merupakan lapisan penting bagi alur kehidupan kita.
Kita perlu mempersiapkan diri menerima pengajaran Tuhan. Mendengar dan memperhatikan. Mendengar dan memahami. Kisah hidup para murid diawali dengan kisah mendengar panggilan Tuhan dan memperhatikan pengajaran-Nya.
Namun itu belum cukup. Langkah selanjutnya adalah “mempersiapkan Paskah.” Apa artinya? Turut serta dalam rangkaian karya Allah sejak penyelamatan umat-Nya dari Mesir. Berbagian dalam kisah keselamatan yang dinyatakan dalam peringatan Paskah, yaitu peristiwa keluarnya Israel, umat Allah dari perbudakan Mesir.
Sudah selesai? Belum! Langkah selanjutnya adalah memahami penggenapan Paskah yang sebenarnya di dalam pengorbanan Yesus Kristus, Anak Manusia yang datang ke dalam dunia ini.
Makan dan minum dalam perayaan Paskah merangkai seluruh kisah kita dalam karya keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus.
Saat mereka sedang makan (Matius 26:26), “Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya, dan berkata: “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.”
Ada tiga tindakan Tuhan Yesus dalam perjamuan Paskah:
- Mengambil roti.
- Mengucap berkat.
- Memecah-mecahkannya.
Kemudian Yesus memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata:
- Ambillah.
- Makanlah.
- Inilah tubuh-Ku.
Langkah pertama alur kehidupan kita adalah “Ambillah.”
Turut serta dalam karya keselamatan Tuhan Yesus dimulai dengan “Ambillah.” Manusia adalah ciptaan TUHAN yang dahsyat namun memerlukan makanan yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuhnya sendiri. Manusia bergantung pada makanan dan minuman yang disediakan oleh TUHAN di luar dirinya. Manusia perlu belajar dalam kehebatannya, bergantung pada sesuatu di luar dirinya. Langkah awal kisah kita adalah bergantung kepada Sang Pencipta, TUHAN semesta alam.
Langkah kedua alur kehidupan kita adalah “Makanlah”
“Makanlah” suatu panggilan yang unik. Manusia pasti dan harus makan. Tanpa makan, manusia tidak akan bertahan hidup. Namun ‘makan’ yang sekaligus berarti bersatu dengan makanan menuntut komitmen dan konsekuensi. Pengalaman seorang ibu menyuapkan makanan kepada anaknya bukan perkara yang mudah. Anak perlu makan, namun mengapa sering kali tidak mudah memberi makan kepada sang anak? Makan perlu komitmen, duduk, meninggalkan mainan, dan ada konsekuensi menjadi besar untuk kemudian bertanggung jawab. Kita diingatkan kisah Peter Pan yang menyerukan pesannya untuk tetap menjadi anak-anak dan bermain selamanya.
Langkah ketiga alur kehidupan kita adalah “Inilah tubuh-Ku.”
“Ambil dan makanlah” memberikan arah yang sebenarnya dalam kisah hidup manusia. Kita dipanggil untuk bergantung kepada TUHAN dan bersekutu dengan-Nya, menjadi dewasa dalam kelimpahan-Nya dan menghasilkan buah yang berkenan kepada-Nya serta menjadi berkat bagi sesama ciptaan-Nya. Namun itu belum cukup. Oleh karena makan yang para murid makan, ditegaskan oleh Tuhan Yesus dengan kalimat “Inilah tubuh-Ku.” Kita bukan sekedar dikuatkan oleh makanan dan minuman yang disediakan bagi tubuh kita, oleh roti yang dimakan oleh para murid, namun batin, jiwa dan roh kita perlu dihidupkan dengan roti hidup, yaitu TUHAN Yesus Kristus. Inilah keseluruhan kisah hidup kita.
Bagaimana dengan alur kehidupan kita saat ini? Dari siapa kita “mengambil,” apa yang kita “makan dan minum” serta bagaimana persekutuan kita dengan Sang Pencipta dan Juruselamat kita yang menghidupkan dan memperbarui hidup kita?