MAKNA PENEMPATAN
Kata ‘penempatan’ digunakan dengan dua maksud, yaitu menegaskan keberadaan kita sebagai manusia yang diciptakan dalam gambar dan rupa Allah tidak dapat dipisahkan dari tempat (place). Sejak kita dikandung dalam rahim ibu, kemudian dilahirkan apakah itu di rumah, atau rumah sakit atau bahkan di pesawat terbang, semuanya berbicara soal tempat.
Untuk memahami tempat (place), para pemikir membedakannya dengan ruang (space). Menurut pakar geografi, David Harvey, “tempat” (place) mempunyai cakupan yang luas, mulai dari ‘tempat’nya seni dalam hidup kita, ‘tempat’ kita dalam alam semesta, ‘tempat’ kita dalam komunitas, dan perasaan kita tanpa ‘tempat’ (homeless). Meskipun kata ‘tempat’ (place) begitu luas, namun kata “ruang” (space) ternyata lebih abstrak. Seorang pakar theologia, Torrance menyimpulkan ‘tempat’ sebagai aspek khusus dari ruang (specific aspect of space).
Maksud kedua, yaitu mengajak kita menggumuli ‘tempat’ kita dalam ‘ruang’ dunia ciptaan TUHAN. Dengan memahami di mana TUHAN menempatkan kita, sebagaimana Ia menempatkan Adam dan Hawa dalam taman di Eden (Kejadian 2:8), barulah kita dapat memahami maksud dan rencana-Nya bagi kita, sebagaimana pula Ia nyatakan kepada manusia (Kejadian 2:15). Singkatnya, untuk memahami kehendak TUHAN, kita tidak dapat mengabaikan penempatan-Nya bagi hidup kita.
Kesadaran kita akan “tempat” dalam dunia masa kini mulai tenggelam bersamaan dengan perasaan “tanpa rumah dan akar” (homelessness and rootlessness). Bahkan seorang pakar politik, Thomas Dumm sampai menulis buku dengan judul Loneliness as a Way of Life untuk menggambarkan keterasingan manusia modern.
Inilah tantangan kita: tanpa memahami ‘tempat,’ kita tidak akan dapat menggenapi misi Kerajaan Allah.
Pertanyaan awal kita adalah apakah ‘tempat’itu?
Di awal pelayanan Tuhan Yesus menurut Injil Markus, ada tiga “tempat” berbeda, yaitu
- Padang Gurun (“Roh memimpin Dia ke padang gurun.” Markus 1:12). Tempat yang konkret. Kata padang gurun menunjukkan faktanya. Terlintas dalam pikiran kita, tempat yang tandus, pasir, tanpa pemandangan lainnya.
- “Tempat’ kedua adalah ayat 14 “Sesudah Yohanes ditangkap.” Apa hubungan fakta Yohanes ditangkap dengan ‘tempat’? Peristiwa “Yohanes ditangkap” menjadi berita yang membentuk ‘tempat’ bagi pelayanan Tuhan Yesus. Ketika anda sedang makan malam dengan riang, tiba-tiba ada bunyi telepon berdering. Lalu anda mendengar berita yang menyedihkan, maka ‘tempat’ di ruang makan bergeser dari ‘tempat’ makan menjadi ‘tempat yang menyedihkan.’
- Dan ketiga, tampak jelas “danau Galilea” (ayat 16). Bayangan kita langsung kepada suasana yang nyaman, menyenangkan, indah, dan saatnya istirahat. Lebih dari itu. Danau Galilea sekaligus tempat yang sibuk, tempat orang-orang mencari nafkah. Bayangkan bursa saham, perkantoran, supermarket.
Inilah ‘tempat’ pelayanan Tuhan Yesus! Tanpa memahami “tempat” kita sukar memahami apa yang Tuhan Yesus lakukan dalam menggenapi karya keselamatan-Nya. Paulus mendorong jemaat yang menerima surat-suratnya untuk ‘saling mendewasakan’ (edify one another). Kata ‘mendewasakan’ (edify) berasal dari kata Latin aedificare, artinya membangun, yang dalam bahasa Yunaninya oikodomeo mempunyai arti yang sama, yaitu berkaitan dengan rumah, bangunan, lingkungan.
Inilah panggilan kita, memahami “tempat” dan “penempatan” TUHAN dalam kehidupan kita agar kita boleh mengerjakan segala sesuatu bagi kemuliaan nama-Nya dan membangun seorang dengan yang lain dalam kebenaran-Nya.
— Pdt. Joshua Lie