Yesus Masuk Kota Yerusalem
(Markus 11:1-11)
Yesus masuk kota Yerusalem. Lukisan ini menolong kita membayangkan peristiwa itu.
Yesus masuk kota Yerusalem dengan keledai muda. Orang banyak mengiringi-Nya dengan melambaikan daun palem. Beberapa orang menyediakan jubahnya untuk mengalasi dan menyambut kedatangan-Nya. Daun-daun palem yang segar melambai-lambai menyambut dengan riang. Jean-Baptiste Faure tidak ketinggalan melantunkan peristiwa ini dalam melodi yang indah “Palm.” Faure, seorang yang kehilangan suara emas masa mudanya, mendapatkannya kembali dalam anugerah Tuhan, melukiskan masuknya Yesus ke Yerusalem dengan keagungan melodinya.
Riang dan gembira mewarnai ingatan kita akan peristiwa yang dinyatakan oleh Alkitab. Apa maknanya peristiwa ini sebagaimana dinyatakan oleh ketiga Injil?
Bayangkan peristiwa ini terulang di kota anda. Bayangkan Yesus masuk kota Jakarta atau Toronto, atau New York atau Sydney. James Ensor melukiskan kembali peristiwa itu dalam “Christ’s Entry Brussels” (1889). Perhatikan lukisannya, dan bayangkan ketika Yesus Kristus masuk kota Brussels.
James Ensor mendorong kita membayangkan peristiwa itu terjadi dalam dunia modern diwakili oleh Brussels. Dunia modern digambarkan sebagai dunia karnaval, dunia parade. Semua orang bergerak tanpa dapat berhenti. Manusia yang berparade digambarkan tanpa wajah asli. Mereka menggunakan topeng untuk dapat berperanan dalam arak-arakan. Identitas hilang di tengah keramaian, di tengah parade kesuksesan modern. Yang penting adalah peranannya. Jangan lupa perhatikan tulisan slogan tentang kejayaan sosialisme. Itulah mimpi bersama manusia yang berparade. Semua menikmati kejayaan.
Bayangkan Yesus sekalipun diletakkan di tengah lukisan, hampir tidak kelihatan. Ia menggunakan keledai berwarna hitam. Ini ujian bagi kedatangan-Nya. Apakah Ia sanggup bertahan dalam arak-arakan manusia bertopeng dan memenuhi harapan slogan mereka? Apakah Ia sanggup memberikan arah yang baru?
Itulah gambaran ketika Yesus masuk kota Yerusalem. Tentu tidak sama dengan lukisan James Ensor, namun mengandung harapan yang sama. Yesus dipersilakan masuk kota Yerusalem. Mereka menyambut. Mereka skeptis. Apakah Yesus sanggup memberikan kebebasan bagi Yerusalem dari penjajahan Roma? Apakah arakan-Nya menjadi gelombang kekuatan besar untuk membebaskan Yerusalem? Memerdekakan dan memberikan kepuasan.
Apakah itu pula yang kita harapkan jika Ia masuk ke kota di mana saudara berada? Apa sebenarnya makna Yesus masuk kota Yerusalem bagi kita?
Untuk memahaminya, mari kita perhatikan peristiwa sebelum arak-arakan itu. Sebelum Yesus masuk kota Yerusalem, Ia menyuruh dua orang murid-Nya untuk mengambil seekor keledai muda sebagai tunggangan-Nya. Kalau di pemilik keledai bertanya “Mengapa kamu lakukan itu, jawablah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya ke sini.”
(1) “Tuhan memerlukannya.” (“Its Lord has need of it.” Mark 11:3)
Inilah kata kunci pertama kita memahami peristiwa Yesus masuk kota Yerusalem. Yesus masuk kota Yerusalem dengan menunggangi keledai muda. Ia masuk kota Yerusalem bukan dengan kereta kuda yang perkasa disertai ribuan tentara. Bukan pula tanpa persiapan. Persiapan yang dilakukan memberikan makna atas peristiwa selanjutnya.
Dua orang murid Yesus mewakili-Nya mengambil seekor keledai muda yang belum ditunggangi. Tentu saja si pemilik mempertanyakan sikap dua murid Yesus itu. Jawaban yang diberikan ternyata membuat si pemilik menyerahkan keledai itu. Bagaimana kita memahami peristiwa ini? Apakah Yesus berhak mengambil keledai itu?
Ada petunjuk dalam perikop ini. Pujian yang disampaikan orang banyak mengaitkan Yesus dengan Daud. “”Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosana di tempat yang maha tinggi!” (Markus 11:9-10).
Kedatangan Yesus ke kota Yerusalem membangkitkan harapan mereka akan pemulihan kerajaan Daud. Mereka menantikan Kerajaan Daud dinyatakan kembali. Kerajaan yang diperkenan oleh Tuhan. Ketika kita menoleh sejenak kepada Perjanjian Lama, pembentukan kerajaan Daud penuh dengan liku-liku. Ketika Daud ditetapkan oleh TUHAN menjadi raja, Saul yang saat itu secara de-factoadalah raja tentu saja berusaha menangkap dan membunuhnya.
Dalam pelariannya dari kejaran Saul, Daud dan pengikutnya kelaparan. Ia diperbolehkan mengambil dan makan roti kudus (Markus 2:25-26; I Samuel 21:1-6). Daud diperbolehkan mengambil roti kudus demi kehidupannya sebagai seorang yang telah ditetapkan TUHAN menjadi raja atas Israel. Daud diperbolehkan mengklaim roti kudus. Saul sudah mengklaim nyawa Daud. Seolah-olah sudah tidak ada tempat lagi bagi Daud kecuali kematian. Kelaparan sudah siap menghadangnya. Namun kelaparan tidak berhak atas kehidupan Daud. Roti kudus diperkenan untuk dimakan oleh Daud.
Yesus masuk kota Yerusalem. Kota yang megah namun terbelenggu dalam kekuasaan Kekaisaran Roma. Ketika Ia masuk kota Yerusalem, orang banyak mau mengklaim popularitas-Nya untuk dipakai bagi gerakan pembebasan. Sebagian orang lainnya tengah bersiap-siap menangkap dan membunuh-Nya. Gerbang kota Yerusalem seumpama lumpur. Ada pintu masuk, namun tidak ada pintu keluar.
Demikian pula dengan kehidupan kita. Dunia yang berdosa seolah-olah memiliki kekuatan mengklaim kehidupan kita. Dari ketakutan sampai kenekatan kita, semua rangkaian kejadian mau mengikat kehidupan kita. Dari kemiskinan sampai kekayaan, semua keadaan mau mengklaim kehidupan kita. Dari tanggung jawab sampai kewajiban, semua tugas mengklaim kehidupan kita. Siapa pemilik kehidupan kita?
Ketika Yesus masuk kota Yerusalem, pertanyaan yang harus dijawab: Siapa pemilik hidup Yesus? Sanhedrin? Pilatus? Herodes? Kaisar? Atau orang banyak? Inilah tantangan sebenarnya ketika Yesus masuk kota Yerusalem!
Maka sebelum peristiwa masuknya Yesus kota Yerusalem, pernyataan penting dinyatakan oleh Yesus “Tuhan memerlukannya.” Ia adalah Tuhan yang berhak atas segenap kehidupan. Ia adalah Tuhan atas Yerusalem. Ia adalah Raja yang sesungguhnya.
Siapakah pemilik hidup saudara? Kemacetan dan ketegangan kota Jakarta-kah? Kenikmatan dan kebahagiaan kota Toronto-kah? Kejayaan dan ketenaran kota New York-kah?
“Tuhan memerlukannya.” Suara inilah kelepasan yang sejati. Hidup kita kita semestinya dimiliki oleh dunia dengan segala kegelapannya. Hidup kita adalah milik Tuhan. Ia yang berhak mengklaim kehidupan kita!
(2) “Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya ke sini.”
Kerajaan Persia memperkenalkan suatu sistim pengantaran surat (postal service). Sistim itu dibangun atas dasar “angreia” yang dapat diterjemahkan dengan “force labour” (tenaga kerja yang dipaksa).
Sistim ini diteruskan oleh Kekaisaran Roma. Jikalau kekaisaran memerlukan sesuatu maka rakyat tidak berhak mempertahankannya. Kita ingat peristiwa Simon dari Kirene yang dipaksa oleh serdadu Roma untuk memikul salib Yesus. Kekaisaran berhak mengklaim apapun milik kita ketika mereka memerlukannya. Kekaisaran tidak peduli apapun konsekuensinya. Dari kaisar sampai prajurit berhak atas kehidupan rakyat Roma. Mereka berhak namun tidak pernah terpikir untuk mengembalikannya. Manusia sanggup mengklaim sesamanya, namun tidak sanggup mempertanggung jawabkan konsekuensinya.
Yesus Kristus adalah pemilik sejati kehidupan kita. Ia berhak mengklaim hidup kita namun Ia pula yang memelihara kehidupan kita.
Suatu kejadian begitu berkuasa mengklaim hidup kita namun akibatnya kita sendirinya yang menanggung. Tiga puluh keeping perak “berkuasa” mengklaim Yudas sehingga ia bersedia mengkhianati gurunya. Namun Yudas sendirinya yang harus menanggung akibatnya. Ia membuang uang itu dan menggantung dirinya. Suara budak perempuan seolah-olah “menguasai” Petrus sehingga ia menyangkal Tuhannya. Namun bedanya dengan Yudas, Petrus melihat mata Tuhan, dan teringat perkataan Tuhan, ia terpelihara dari kehancuran. Tangisannya memberi jalan baru. Petrus sadar siapa pemilik hidupnya.
Memasuki peringatan Jumat Agung dan Paskah, seirama dengan masuknya Yesus ke kota Yerusalem, pertanyaan pokok adalah “siapakah pemilik hidup kita?” Yesus masuk pintu kota Yerusalem, Ia tidak keluar lagi dari pintu yang sama. Seolah-olah kota Yerusalem dengan segenap persoalannya menelan Yesus. Benar, Ia tidak keluar dari pintu yang sama, namun Ia bangkit! Ialah Tuhan, pemilik kehidupan. Ialah satu-satu harapan yang sejati. Ia pemilik hidup kita.
“Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” (Amsal 3:6)
Selamat Jumat Agung dan Paskah 2010.
Pdt. Jlie