Nafas Terakhir
Lukas 23:44-46
Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua. Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.
It was now about the sixth hour, and darkness fell over the whole land until the ninth hour, because the sun was obscured; and the veil of the temple was torn in two. And Jesus, crying out with a loud voice, said, “Father, INTO YOUR HANDS I COMMIT MY SPIRIT.” Having said this, He breathed His last.
Dalam drama kehidupan manusia, inilah bagian akhir, yaitu menghembuskan nafas terakhir. Nafas terakhir menyatakan berhentinya kehidupan. Suara sirna. Tubuh menjadi mayat. Inilah ujung segala perjalanan hidup manusia.
Apakah ini pula yang terjadi dalam peristiwa Jumat Agung? Yesus Kristus dipaku di kayu salib. Dan akhirnya Ia pun menghembuskan nafas terakhir-Nya. Lalu semua menjadi sunyi dan semuanya berakhir. Apakah demikian? Tidak!
Ayat 44-46 merupakan bagian puncak dari perjalanan sengsara, penderitaan dan kematian Yesus Kristus. Sebelumnya olokan dan cercaan ditujukan kepada-Nya.
Pemimpin agama mengejek Dia “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah” (23:35).
Prajurit-prajurit Roma turut menertawakan-Nya, “Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkan diri-Mu!” (23:37) Masakan raja tanpa prajurit. Masakah raja tanpa perlawanan.
Akhirnya seorang kriminal turut pula berhak mengejek Dia, “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkan diri-Mu dan kami” (23:39)
Dari pemimpin agama yang mengaku memahami keadilan dan kebenaran sampai kepada seorang kriminal yang melanggar keadilan merasa berhak mengejek dan menghina Yesus Kristus.
Ketiga cemoohan ini menghantar Yesus seolah-olah tanpa daya menuju kepada akhir perjalanan-Nya, yaitu kematian. Kematian seolah-olah menjadi kelepasan dari seorang yang tidak berdaya. Kelepasan dari ejekan dan penderitaan.
Kalau kita berhenti pada nafas terakhir yang dihembuskan Yesus, maka seluruh peristiwa sengasara dan kematian-Nya menjadi kepedihan.
Berita Jumat Agung dan Paskah bukanlah demikian. Peristiwa penderitaan dan kematian-Nya, bukanlah peristiwa akhir.
Jika sebelumnya olokan dan cemoohan seolah-olah berakhir dengan kematian, maka tidak demikian dengan kematian Yesus. Peristiwa kematian-Nya menggentarkan seorang kriminal lainnya. Ia turut di salib karena segala kesalahannya. Kematian Yesus baginya bukanlah akhir. Inilah pengharapan baginya. Ia menegor kawannya yang mencemooh Yesus “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.” (23:40-41) Baginya kematian Yesus inilah harapan baru baginya! Kematian-Nya bukan akhir kisah! Maka iapun berseru “Yesus ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai raja.” (23:42).
Demikian pula terjadi pada kepala pasukan prajurit Roma. Ia mengikuti bahkan terlibat dalam peristiwa penyaliban Yesus. Ia mengamati ketika Yesus menghembuskan nafas terakhir-Nya. Ia mendengar sayup-sayup suara Yesus yang berseru lalu kemudian diam. Kematian-Nya bukan akhir! Ia memuliakan Allah, “Sungguh orang ini adalah orang benar!” (23:47). Kesaksiannya membungkamkan cemoohan prajurit-prajurit Roma.
Nafas terakhir Yesus bukanlah akhir. Kematian-Nya menggerakkan Yusuf dari Arimatea menentang keputusan kolega-koleganya terhadap Yesus. Ia berinisiatif untuk merawat tubuh Yesus untuk diletakkan di kubur yang masih baru.
Nafas terakhir bukanlah akhir! Apa maknanya bagi kita?
Nafas adalah pemberian TUHAN bagi manusia. Ia mengembuskan nafas (ru’ah) ke pada manusia sehingga manusia menjadi makhluk hidup (Kejadian 2:7). Namun nafas tidak hanya bermakna kehidupan seseorang. Nafas juga bermakna kehidupan suatu bangsa. Daud, orang yang diurapi TUHAN adalah nafas bagi segenap bangsa (Ratapan 4:20). Ketika Daud terperangkap, seluruh bangsa ‘sesak,’ seperti orang sukar bernafas. Seorang pemimpin bukan sekedar cakap memimpin namun ia juga adalah nafas bagi yang dipimpin. Tanpa ketaatan kepada TUHAN yang memanggilnya, seorang pemimpin akan menyesakkan orang yang dipimpinnya.
Nafas juga bermakna kehidupan yang baru. Kitab Kidung Agung banyak melukiskan kehidupan dengan “breath of the day” (2:17 “Until the day breathes and the shadows flee, turn, my beloved, be like a gazelle or a young stag on cleft mountains,” 4:6 “Until the day breathes and the shadows flee, I will go away to the mountain of myrrh and the hill of frankincense.”) Ayat-ayat ini melukiskan hembusan angin yang sejuk menjelang mulainya hari yang baru. Ketika bayangan malam menghilang dan sinar matahari mulai tampak, hari yang baru tiba. Hiruplah udara yang baru. Udara yang segar kembali memberikan hidup bagi manusia. Kijang dan anak rusa berlarian dan melompat dengan riang. Bunga-bunga memancarkan wangi-wangian yang segar. Suara burung mulai terdengar. Riuh riang di seluruh kebun yang indah.
Apa yang terjadi ketika matahari masih ada namun gelap gulita meliputi seluruh daerah? (Lukas 23:44) Dan nafas Yesus dihembuskan terakhir kalinya? Ia menghembuskan nafas terakhirnya bukan kepada udara yang pengap dari dunia ini. Ia menyerahkan nafasnya kepada Bapa! (Lukas 23:46). Ia tidak menghembuskan nafas terakhirnya karena kesesakan luka dan kepedihan pada tubuh-Nya. Ia menghembuskan nafas terakhirnya bukan sebagai akhir tetapi menunjukkan saat diam-Nya. “Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suara-Nya di jalan.” (Yesaya 42:2). Dengan menghembuskan nafas akhirnya, Yesus menggenapi nubuatan Yesaya, Ia diam. Mataharipun turut serta. Ketika Yesus Kristus diam, matahari tidak menampakkan sinarnya, apa yang terjadi?
Diam bukan berarti tidak ada kata-kata lagi. Diam bukan berarti tidak berdaya. Diam tidak berarti putus asa. Diam bukan pula berarti terperangah.
Diam berarti memberi waktu (the gift of time). Ketika kita diam, kita memberikan waktu bagi orang lain untuk berbicara. Diam berarti memberikan tenggang waktu. Selah. Diam. Bagaimana ketika TUHAN Allah berdiam?
Ketika Yesus Kristus menghembuskan nafas akhirnya, itu tandanya Ia diam. Tunggu sampai hari yang ketiga. Apa artinya Ia diam? Ketika Yesus Kristus selesai menggenapi keselamatan bagi manusia berdosa dalam kematian-Nya, Ia diam. Diam berarti memberikan waktu bagi umat manusia berdosa untuk bertobat! Kriminal, kepala pasukan dan anggota Sanhedrin memahami diam-Nya Yesus. Mereka bertobat!
Diam berarti panjang sabar. Sabar berarti memberi waktu. Dengarlah seruan rasul Paulus, “Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?” (Roma 2:4)
Inilah waktunya bagi kita untuk mengalami keselamatan yang Yesus Kristus sendiri genapi bagi kita. Inilah hari pertobatan itu. Jangan sampai pemberian waktu itu terlewatkan. Oleh karena akan tiba saatnya, seluruh manusia akan berdiam.
“Berdiam dirilah, hai segala makhluk, di hadapan TUHAN, sebab Ia telah bangkit dari tempat kediaman-Nya yang kudus” (Zakharia 2:13).
Selamat Paskah.
Pdt. Jlie